PAMERASKANSER

Palang Merah Indonesia Sumber kasih Umat Manusia Warisan Luhur Nusa dan Bangsa Wujud Nyata Pengayom Pancasila Gerak Juangnya Keseluruh Nusa Mendarmakan bakti Bagi AMPERA tunaikan tugas suci tujuan PMI di persanda bunda pertiwi itu pasti... Untuk umat Manusia Diseluruh dunia PMI Menghantarkan jasa

Selasa, 25 September 2012

Pendidikan remaja Sebaya

MATERI PRS

MATERI : PENDIDIKAN REMAJA SEBAYA(PRS)
1 Remaja Indonesia Pertama Kali Berhubungan Sex di Usia 18 Tahun
1. Remaja Indonesia Pertama Kali Berhubungan Seks Di Usia 18 Tahun

Remaja merupakan kelompok risiko tinggi terhadap kehamilan yang tidak diinginkan serta berbagai penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Hal tersebut dijumpai pada remaja hampir di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Berdasarkan data Studi Mengenai Perilaku Seksual Kawula Muda di empat kota besar di Indonesia, terungkap rata-rata remaja melakukan hubungan seksual pertama kali pada usia 18 tahun.

Studi yang dilakukan di tahun 2005 dengan mewawancarai 474 responden berusia 15-24 tahun di Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan ini juga menyatakan sebagian besar responden (66 %) remaja mengaku bahwa hubungan seks tersebut bukan perbuatan yang direncanakan sebelumnya sehingga tidak memakai alat kontrasepsi. Selain itu, 40 persen responden menjawab hubungan seks itu dilakukan di rumah.

Hampir separuh responden yang memiliki pengetahuan yang memadai mengenai masalah seksual dan kesehatan reproduksi, seperti bagaimana kehamilan terjadi, kontrasepsi atau penularan penyakit menular seksual. "Mayoritas anak muda di Indonesia belajar tentang seks melalui film porno dan dari teman-temannya," kata Pierre Frederick, Brand Manager Kondom Sutra dan Fiesta.

Temuan ini semakin menguatkan pentingnya pemberian informasi yang benar kepada para remaja agar mereka dapat membuat keputusan yang baik untuk kesehatan seksual mereka. Survei tersebut dilakukan oleh DKT Indonesia, lembaga non-profit Amerika yang bergerak di bidang pemasaran sosial untuk pencegahan HIV dan kehamilan yang tidak diinginkan.

2.Penduduk Amerika Serikat Mulai Bercinta di Usia PraRemaja

Penduduk AS Mulai Bercinta di Usia Pra- Remaja

Washington, Sabtu - Hanya 4 persen orang Amerika berusia dewasa yang masih virgin atau belum pernah bercinta. Sisanya mengaku sudah mulai melakukan seks sejak usia sangat muda. Demikian menurut sebuah survei tentang kesehatan yang dilakukan oleh The National Center of Health Statistics, AS, terhadap 6000 orang di Amerika.

Survei tersebut juga mencatat sebanyak 5 persen responden menggunakan narkoba seperti kokain. Sementara itu sebanyak 19 persen telah mencoba berbagai posisi hubungan seks termasuk oral dan anal seks sebelum mereka berusia 20 tahun. "Ini adalah hal yang perlu diperhatikan karena perilaku seksual yang beresiko akan menyebabkan penularan penyakit dan kehamilan yang tidak diinginkan," kata Dr.Kathryn Porter dari lembaga survei tersebut.

Penduduk negeri paman Sam yang termasuk dalam orang hispanic (negara latin) kulit hitam yang disurvei menjawab melakukan seks pertama kali sebelum berusia 15 tahun. Sedangkan hispanic berkulit putih sebanyak 14 persen. Sementara itu 45 persen perempuan dan 24 persen pria keturunan Meksiko - Amerika yang disurvei mengaku masih perawan.

Lembaga survei tersebut mengklaim survei yang mereka lakukan merupakan survei tentang perilaku seksual dan narkoba yang paling jujur karena mereka menggunakan metode survei baru dan dilakukan lewat internet. "Jawaban mereka kami jamin kerahasiannya. Para responden kami mendengar pertanyaan lewat headset dan menjawab dengan menyentuh layar komputer," kata Kathryn.

Survei yang dilakukan antara tahun 1999 dan 2002 itu juga menunjukkan 46 persen pria kulit hitam mengaku memiliki pasangan seks hingga 15 orang selama hidupnya. Semakin muda usia responden mulai melakukan seks, semakin banyak pasangan tidur mereka.

3 Remaja Sasaran Empuk Industri Rokok

Remaja, Sasaran Empuk Industri Rokok

Sekelompok remaja berseragam sekolah duduk-duduk di ujung jalan. Bersenda gurau dan asyik berbagi cerita, sesekali mengisap sebatang rokok yang terjepit di jari tangan kanannya. Lelap mereka dalam perbincangan seru seraya mengepulkan asap rokok.

Ini bukan lagi pemandangan yang jarang terlihat, bahkan pemandangan itu sudah dianggap biasa oleh sebagian besar penduduk Jakarta. Pahit dan menyedihkan, asap rokok itu sudah merasuk ke paru-paru kalangan remaja Indonesia.

Kenyataannya, berdasarkan survei yang dilakukan Global Youth Tobacco Survey (GYTS) Indonesia tahun 2006 yang dilakukan terhadap remaja berusia 13-15 tahun, sebanyak 24,5 persen remaja laki-laki dan 2,3 persen remaja perempuan merupakan perokok, 3,2 persen di antaranya sudah kecanduan. Bahkan, yang lebih mengkhawatirkan, 3 dari 10 pelajar mencoba merokok sejak mereka di bawah usia 10 tahun.

Apa yang salah dengan anak-anak dan remaja Indonesia? Mereka memang menjadi sasaran empuk bagi industri rokok. Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Widyastuti Soerojo pada lokakarya "Understanding Tobacco Industry Through Their Own Top Secret Documents", Selasa (6/11) di Jakarta, mengatakan, industri rokok memanfaatkan karakteristik remaja, ketidaktahuan konsumen, dan ketidakberdayaan mereka yang sudah kecanduan merokok.

Mengutip dokumen "Perokok Remaja: Strategi dan Peluang", RJ Reynolds Tobacco Company Memo Internal, 29 Februari 1984, yang dipresentasikan anggota Komisi Nasional Perlindungan Anak, Dina Kania, dikatakan, perokok remaja telah menjadi faktor penting dalam perkembangan setiap industri rokok dalam 50 tahun terakhir karena mereka adalah satu-satunya sumber perokok pengganti. Jika para remaja tidak merokok, industri akan bangkrut sebagaimana sebuah masyarakat yang tidak melahirkan generasi penerus akan punah.

Kebebasan dan berontak

Karakteristik remaja yang erat dengan keinginan adanya kebebasan, independensi, dan berontak dari norma-norma dimanfaatkan para pelaku industri rokok dengan memunculkan slogan-slogan promosi yang mudah tertangkap mata dan telinga serta menantang.

Menurut riset yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan tahun 2006, sebanyak 9.230 iklan terdapat di televisi, 1.780 iklan di media cetak, dan 3.239 iklan di media luar ruang, seperti umbul-umbul, papan reklame, dan baliho.

Dengan gencarnya iklan yang dilakukan oleh industri rokok, berdasarkan GYTS Indonesia tahun 2006, sebanyak 92,9 persen anak-anak terekspos dengan iklan yang berada di papan reklame dan 82,8 persen terekspos iklan yang berada di majalah dan koran.

Slogan-slogan ini tidak hanya gencar dipublikasikan melalui berbagai iklan di media elektronik, cetak, dan luar ruang, tetapi industri rokok pada saat ini sudah masuk pada tahap pemberi sponsor setiap event anak muda, seperti konser musik dan olahraga.

Hampir setiap konser musik dan event olahraga di Indonesia disponsori oleh industri rokok. Dalam event tersebut mereka bahkan membagikan rokok gratis atau mudah mendapatkannya dengan menukarkan potongan tiket masuk acara tersebut.

Kedekatan remaja dengan rokok tidak hanya dikarenakan gencarnya iklan rokok di media, tetapi mulai dari lingkungan terkecilnya (keluarga). "Tahun 2004 hampir tiga perempat dari rumah tangga di Indonesia memiliki anggaran belanja rokok, artinya minimal ada satu perokok di dalam rumah," ujar Widyastuti. Ia menambahkan, setidaknya 64 persen remaja berusia 13-15 tahun terpapar asap rokok di dalam rumah.

Bahaya merokok

Jumlah konsumsi rokok di Indonesia, menurut the Tobacco Atlas 2002, menempati posisi kelima tertinggi di dunia, yaitu sebesar 215 miliar batang. Mengikuti China sebanyak 1,634 triliun batang, Amerika Serikat sebanyak 451 miliar batang, Jepang sebanyak 328 miliar batang, dan Rusia sebanyak 258 miliar batang.

Tidak seharusnya kita bangga dengan "prestasi" yang kita miliki karena di balik itu serentetan penyakit yang berujung kematian menghantui. Dalam satu kandungan sebatang rokok setidaknya terdapat 4.000 zat kimia dan 43 zat karsinogenik, dengan 40 persennya beracun seperti hidrokarbon, karbon monoksida, logam berat, tar, dan nikotin yang berefek candu.

Setiap tahunnya angka kematian di dunia mencapai lima juta orang diakibatkan berbagai penyakit yang disebabkan rokok, seperti kanker paru-paru dan penyakit jantung.

"Berdasarkan survei WHO, kematian pada 2030 mencapai 10 juta orang," ujar Direktur Pengendalian Penyakit Direktorat Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan Tjandra Yoga Aditama.

Di Indonesia, menurut Demografi Universitas Indonesia, sebanyak 427.948 orang meninggal di Indonesia rata-rata per tahunnya akibat berbagai penyakit yang disebabkan rokok.

Pencegahan

Adanya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan dipandang tidak cukup efektif baik dalam mencegah maupun menanggulangi bahaya merokok. Alasannya, dalam undang-undang itu tidak ada ketentuan bagi industri rokok untuk membatasi kadar nikotin dan tar dalam rokoknya.

Padahal, pembatasan itu sempat dilakukan di Peraturan Pemerintah No 81/1999 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan yang direvisi atas desakan petani tembakau dan industri rokok.

"Satu-satunya alat yang efektif adalah undang-undang. Mengapa bisa efektif karena minimal ini bisa menjawab alasan industri yang mempertanyakan undang-undang yang mengaturnya. Jadi, undang-undang sangat penting," ujar Widyastuti.

Ia mencontohkan, salah satu produsen rokok yang dimintanya untuk melampirkan peringatan kesehatan dengan menggunakan gambar (visual), seperti di Thailand, menolak dengan alasan tidak ada undang-undang yang mengaturnya.

"Pengendalian dampak tembakau tidak berarti akan menurunkan pendapatan negara, justru sangat diharapkan agar pemerintah menaikkan harga dan cukai setinggi-tingginya untuk meningkatkan pendapatan negara. Kebijakan ini sekaligus dapat menurunkan konsumsi rokok walaupun tidak serta merta karena rokok adalah adiktif, minimal mencegah semakin banyak jatuhnya korban perokok remaja," ujar Widyastuti merujuk pada harga jual rokok di Indonesia yang hanya Rp 9.000 jauh lebih rendah dibandingkan dengan di Singapura seharga 11 dollar Singapura (Rp 66.000).

Berbeda dengan Widyastuti, pakar sosiologi Imam Prasodjo yang bertindak sebagai moderator di lokakarya itu justru mengedepankan pentingnya pendekatan melalui keluarga. "Mungkin ibu-ibu yang bisa menjadi solusinya karena mereka pasti ingin melindungi anak-anaknya dari bahaya rokok, bisa dilakukan pendekatan dengan memberi tahu bahayanya," ujarnya.

Disadari atau tidak, remaja di Indonesia sudah tereksploitasi oleh industri rokok, menjadi pangsa pasar terempuk untuk menggantikan banyak kematian pelanggan setia mereka. Siapa lagi yang bisa mencegah kalau bukan kita.... (A15)

4.Testoteron Membuat Pria Lebih Suka Lelucon

Testosteron Membuat Pria Lebih Suka Lelucon

London, Jumat - Tahukah Anda mengapa para pria lebih senang berkelakar atau menyukai lelucon ketimbang wanita? Jawabannya mungkin terletak pada hormon testosteron. Hormon khas pria inilah yang menurut para ahli membuat kaum Adam lebih menyenangi humor.

Menurut penjelasan Profesor Sam Shuster, dari Norfolk and Norwich University Hospital, kepada BBC, Jumat (21/12), kaum pria memang secara alami lebih suka berkelakar ketimbang wanita. Bahkan terkadang lelucon ini cenderung lebih agresif.

Sebelum sampai pada kesimpulannya, Shuster meneliti bagaimana jenis kelamin (gender) bereaksi terhadap hobi yang menghibur. Dari perilakunya, para wanita cenderung lebih senang membesarkan hati atau berkomentar dengan pujian.

Sedangkan pria justru berperilaku berbeda. Mereka lebih senang mencemooh dan pria muda bahkan tercatat lebih agresif, ungkap Shuster yang mempublikasikan risetnya dalam British Medical Journal.

Riset sebelumnya pernah mengungkapkan bahwa wanita dan pria memiliki perbedaan dari cara mereka mengapresiasi humor. Wanita cenderung jarang berkelakar ketimbang pria. Selain itu fakta membuktikan komedian pria juga lebih banyak ketimbang wanita.

Lebih agresif
Professor Shuster dalam risetnya mengungkapkan bahwa pria cenderung lebih suka menggunakan humornya secara agresif dengan membuat rekannya menjadi obyek lelucon. Dan agresi ini - yang secara umum dipertimbangkan sebagai karakter yang lebih maskulin -berhubungan dengan hormon testosteron saat dalam kandungan.

Shuster percaya bahwa humor yang tercipta dari agresi ini disebabkan oleh kehadiran hormon khas pria. Selama risetnya, ia mendokumentasikan reaksi lebih dari 400 individu terhadap lelucon yang disuguhkan komedian unicycling (sepeda roda satu) jalanan di Newcastle .

Hampir setengahnya dari individu tersebut merespon secara verbal dan kebanyakan dari mereka adalah pria . Hanya sedikit dari wanita yang mencela atau membuat lelucon, sedangkan 75 persen pria mencoba berkelakar - dengan misalnya berteriak "Mau copot roda Anda!"

Mengejek dan mencemooh
Seringkali para pria juga membuat komentar bernada ejekan. Pria muda yang kebetulan lewat memakai mobil bahkan lebih agresif. Mereka membuka jendela mobil dan berteriak dengan kasar

Namun begitu jenis perilaku ini pada pria lebih tua cenderung menurun. Mereka lebih suka mengeluarkan komentar yang lebih menghargai, seperti halnya kebanyakan wanita.

"Ide bahwa secara intrinsik unicycling itu lucu tidak dapat menjelaskan temuan ini. Penjelasan yang paling sederhana adalah itu merupakan pengaruh hormon pria testosteron," terang Professor Shuster.

Sementara itu, psikolog dari University of Northumbria, Dr Nick Neave, melakukan riset mengenai pengaruh fisik, perilaku dan psikologis dari testosteron. Ia berpendapat, pria memberi respon lebih agresif karena mereka melihat pesepeda unicycling sebagai pria lain yang mendatangkan ancaman, yakni dapat mengalihkan perhatian wanita dari mereka sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar